Al Ustadz Abu Usamah bin Rawiyah An Nawawi
Tidak ada teladan sebaik Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam. Barangsiapa meneladani Rasulullah Sholallahu ‘Aliahi Wasallam, niscaya ia akan menjadi teladan. Seribu lima ratus tahun yang silam, siapa yang tidak mengenal sosok Abu Bakar, khalifah pertama pengganti Rasulullah sebagai imam umatnya? Dialah pribadi paling mulia di antara umat Muhammad. Siapa pula yang tidak mengenal Umar bin Khaththab, orang terbaik setelah Abu Bakar? Demikian juga dengan Utsman bin ‘Affan, orang terbaik setelah Umar, serta Ali bin Abu Thalib, yang merupakan orang terbaik setelah Utsman?
Semuanya merupakan keutamaan Allah Subahanahu Wata’ala, di mana Ia telah memilih mereka menjadi orang-orang terbaik dari umat Rasulullah Sholallahu ‘Aliahi Wasallam. Mereka menjadi teladan generasi setelah mereka dikarenakan mereka menjadikan Rasulullah Sholalllahu ‘Alaihi Wasallam sebagai suri teladan dalam seluruh aspek kehidupannya. Keberadaan Rasulullah Sholallahu ‘Alahi Wasallam di tengah-tengah mereka, telah mewarnai kehidupan mereka yang penuh kemuliaan, kebaikan, kebahagiaan, ketentraman, ketenangan, kenyamanan, kejayaan, dan sebagainya. Tidak hanya itu, mereka bahkan berada di akhir kehidupan dan mengakhiri perjuangannya dengan keberhasilan yang gemilang, yaitu membuka pintu segala kenikmatan yang ada di sisi Allah di dalam surga-Nya.
Rasulullah telah menjadi teladan para shahabatnya, serta menjadi panutan dalam melangkah dan mengarungi samudera yang dahsyat dengan gelombangnya. Ini merupakan sinyalemen keberhasilan mereka dalam menjadikan dan mempraktikkan bimbingan Allah di dalam Al Qur’an (yang artinya): “Sungguh telah ada bagi kalian pada diri Rasulullah suri teladan yang baik bagi orang yang berharap kepada Allah, hari akhir dan bagi orang yang banyak mengingat Allah.” (Al-Ahzab: 21)
Imam As Sa’dy mengatakan di dalam tafsirnya hal. 609, “Sungguh telah ada bagi kalian pada diri Rasulullah suri teladan yang baik yaitu dari sisi di mana beliau menghadiri sendiri suara hiruk pikuk dan langsung terjun ke medan laga. Beliau adalah orang yang mulia dan pahlawan yang gagah berani. Lalu bagaimana kalian menjauhkan diri kalian dari perkara yang Rasulullah bersungguh-sungguh melaluinya seorang diri? Maka jadikanlah dia sebagai panutan kalian dalam perkara ini dan sebagainya.”
Kemudian dikatakan oleh Imam As Sa’dy: “Suri teladan itu ada dua macam yaitu yang baik dan yang buruk. Suri teladan yang baik itu ada pada diri Rasulullah karena orang yang menjadikannya sebagai suri teladan, sungguh dia telah menempuh jalan yang akan menyampaikan kepada kemuliaan yang ada di sisi Allah. Itulah jalan yang lurus.
Adapun menjadikan selain Rasulullah sebagai suri teladan, apabila orang tersebut menyelisihi beliau, maka itu adalah suri teladan yang jelek seperti ucapan orang musyrik ketika diseru untuk menjadikan Rasulullah sebagai suri teladan, mereka mengatakan: ‘Sesungguhnya kami telah menemukan bapak-bapak kami di atas satu ajaran dan kami di atas agama mereka mengikut.’ Suri teladan yang baik ini akan ditempuh dan akan mendapatkan taufiq atasnya, oleh orang-orang yang mengharapkan perjumpaan dengan Allah dan kebahagiaan di hari akhir.
Yang mendorongnya untuk menjadikan Rasulullah sebagai suri teladan yang baik adalah iman, takut kepada Allah, berharap pahala dari-Nya, dan takut terhadap adzab-Nya.
Rasulullah telah menjadi teladan para shahabatnya, serta menjadi panutan dalam melangkah dan mengarungi samudera yang dahsyat dengan gelombangnya. Ini merupakan sinyalemen keberhasilan mereka dalam menjadikan dan mempraktikkan bimbingan Allah di dalam Al Qur’an (yang artinya): “Sungguh telah ada bagi kalian pada diri Rasulullah suri teladan yang baik bagi orang yang berharap kepada Allah, hari akhir dan bagi orang yang banyak mengingat Allah.” (Al-Ahzab: 21)
Imam As Sa’dy mengatakan di dalam tafsirnya hal. 609, “Sungguh telah ada bagi kalian pada diri Rasulullah suri teladan yang baik yaitu dari sisi di mana beliau menghadiri sendiri suara hiruk pikuk dan langsung terjun ke medan laga. Beliau adalah orang yang mulia dan pahlawan yang gagah berani. Lalu bagaimana kalian menjauhkan diri kalian dari perkara yang Rasulullah bersungguh-sungguh melaluinya seorang diri? Maka jadikanlah dia sebagai panutan kalian dalam perkara ini dan sebagainya.”
Kemudian dikatakan oleh Imam As Sa’dy: “Suri teladan itu ada dua macam yaitu yang baik dan yang buruk. Suri teladan yang baik itu ada pada diri Rasulullah karena orang yang menjadikannya sebagai suri teladan, sungguh dia telah menempuh jalan yang akan menyampaikan kepada kemuliaan yang ada di sisi Allah. Itulah jalan yang lurus.
Adapun menjadikan selain Rasulullah sebagai suri teladan, apabila orang tersebut menyelisihi beliau, maka itu adalah suri teladan yang jelek seperti ucapan orang musyrik ketika diseru untuk menjadikan Rasulullah sebagai suri teladan, mereka mengatakan: ‘Sesungguhnya kami telah menemukan bapak-bapak kami di atas satu ajaran dan kami di atas agama mereka mengikut.’ Suri teladan yang baik ini akan ditempuh dan akan mendapatkan taufiq atasnya, oleh orang-orang yang mengharapkan perjumpaan dengan Allah dan kebahagiaan di hari akhir.
Yang mendorongnya untuk menjadikan Rasulullah sebagai suri teladan yang baik adalah iman, takut kepada Allah, berharap pahala dari-Nya, dan takut terhadap adzab-Nya.
Al Hafidz Ibnu Katsir, dalam tafsir 3/483, mengatakan: “Ayat ini merupakan landasan pokok menjadikan Rasulullah sebagai suri teladan dalam ucapan-ucapan beliau, perbuatan-perbuatan, dan dalam semua keadaan beliau.”
Keteladanan Rasulullah
Keteladanan Rasulullah telah dinobatkan sendiri oleh Allah di dalam Al Qur’an. Ini menunjukkan kesempurnaan Rasulullah dari semua sisi kemanusiaan yang tidak dimiliki oleh selainnya, dahulu maupun sekarang.
Ibnul Qayyim dalam kitab beliau Al Fawaid hal. 172 mengatakan: “Tatkala Rasulullah menampakkan sangat butuhnya beliau kepada Allah (beribadah), yang demikian itu menjadikan sangat butuhnya manusia kepadanya baik di dunia dan di akhirat. Kebutuhan mereka (manusia) di dunia (terhadap Rasulullah) jauh lebih penting dibandingkan dengan kebutuhan mereka terhadap makanan dan minuman, serta ruh yang merupakan kehidupan jasad. Adapun kebutuhan manusia kepada Rasulullah di akhirat yaitu ketika seluruh manusia di saat itu meminta kepada semua Rasul agar meminta kepada Allah syafa’at yang akan membebaskannya dari kedahsyatan hidup. Semua nabi di saat itu tidak sanggup untuk melakukan demikian. Lalu beliau memberikan syafa’at kepada mereka dan dialah yang meminta agar dibukakan bagi mereka pintu surga.”
Mushthofa Al ‘Adawi dalam kitab beliau Fiqhul Akhlak 1/7 mengatakan: “Dan telah terhimpun pada diri Rasulullah sifat-sifat yang terpuji seperti malu, dermawan, pemberani, berwibawa, sambutan yang baik, lemah lembut, memuliakan anak yatim, baik batinnya, jujur dalam ucapan, menjaga diri dari perkara yang mendatangkan maksiat, suci, bersih, suci dirinya dan segala sifat-sifat yang baik”.
Keteladanan Rasulullah
Keteladanan Rasulullah telah dinobatkan sendiri oleh Allah di dalam Al Qur’an. Ini menunjukkan kesempurnaan Rasulullah dari semua sisi kemanusiaan yang tidak dimiliki oleh selainnya, dahulu maupun sekarang.
Ibnul Qayyim dalam kitab beliau Al Fawaid hal. 172 mengatakan: “Tatkala Rasulullah menampakkan sangat butuhnya beliau kepada Allah (beribadah), yang demikian itu menjadikan sangat butuhnya manusia kepadanya baik di dunia dan di akhirat. Kebutuhan mereka (manusia) di dunia (terhadap Rasulullah) jauh lebih penting dibandingkan dengan kebutuhan mereka terhadap makanan dan minuman, serta ruh yang merupakan kehidupan jasad. Adapun kebutuhan manusia kepada Rasulullah di akhirat yaitu ketika seluruh manusia di saat itu meminta kepada semua Rasul agar meminta kepada Allah syafa’at yang akan membebaskannya dari kedahsyatan hidup. Semua nabi di saat itu tidak sanggup untuk melakukan demikian. Lalu beliau memberikan syafa’at kepada mereka dan dialah yang meminta agar dibukakan bagi mereka pintu surga.”
Mushthofa Al ‘Adawi dalam kitab beliau Fiqhul Akhlak 1/7 mengatakan: “Dan telah terhimpun pada diri Rasulullah sifat-sifat yang terpuji seperti malu, dermawan, pemberani, berwibawa, sambutan yang baik, lemah lembut, memuliakan anak yatim, baik batinnya, jujur dalam ucapan, menjaga diri dari perkara yang mendatangkan maksiat, suci, bersih, suci dirinya dan segala sifat-sifat yang baik”.
Aisyah Radhiyallahu ‘Anha ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah, beliau menjawab: “Akhlaknya adalah Al Qur’an.” (HR. Muslim no. 746)
Inilah jawaban dari seorang shahabiyah yang faqih dan mengetahui secara jelas di hadapan matanya bagaimana Rasulullah berkata, berbuat, dan bertingkah laku, dikarenakan beliau adalah isteri Rasulullah. Jawaban yang sangat singkat dan mencakup segala perkara kebaikan di dalam agama ini.
Penyayang
Di antara bentuk keteladan beliau adalah penyayang. Apakah anda memiliki sifat kasih sayang kepada sesama? Dan sudahkah anda berhias dengan sifat ini? Sifat Rasulullah ini telah diceritakan oleh Allah di dalam Al-Qur’an. Allah berfirman (yang artinya): “Sungguh telah datang kepada kalian seorang Rasul dari diri-diri kalian. Sangat bersedih terhadap apa yang memberatkan kalian dan bersemangat (untuk memberikan hidayah) kepada kalian dan lemah lembut dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.” (At-Taubah: 128)
Allah berfirman, yang artinya: “Muhammad adalah Rasul Allah dan orang-orang yang menyertainya sangat keras terhadap orang kafir dan penyayang antara sesama mereka.” (Al-Fath: 29)
“Maka dengan rahmat Allahlah kamu menjadi lemah lembut terhadap mereka dan jika kamu berkeras hati niscaya mereka akan lari darimu.” (Ali-‘Imran: 159)
Sekali lagi sudahkah anda berhias dengan sifat ini padahal Rasulullah bersabda (yang artinya): “Tiadalah sifat kelemahlembutan itu ada pada sesuatu melainkan akan menjadikannya indah dan tidaklah tercabut dari sesuatu melainkan akan menjadikannya jelek.” (HR. Muslim dari shahabat ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha)
Dan Rasulullah bersabda (yang artinya): “Bukan termasuk dari kami orang yang tidak menyayangi yang kecil dan menghormati yang besar.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi dari shahabat Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash)
Sumber bacaan:
1. Al Qur’an
2. Riyadhus shalihin, Imam An-Nawawi
3. Al Fawaid, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
4. Fiqhul Akhlak, Musthofa Al-Adawy
Inilah jawaban dari seorang shahabiyah yang faqih dan mengetahui secara jelas di hadapan matanya bagaimana Rasulullah berkata, berbuat, dan bertingkah laku, dikarenakan beliau adalah isteri Rasulullah. Jawaban yang sangat singkat dan mencakup segala perkara kebaikan di dalam agama ini.
Penyayang
Di antara bentuk keteladan beliau adalah penyayang. Apakah anda memiliki sifat kasih sayang kepada sesama? Dan sudahkah anda berhias dengan sifat ini? Sifat Rasulullah ini telah diceritakan oleh Allah di dalam Al-Qur’an. Allah berfirman (yang artinya): “Sungguh telah datang kepada kalian seorang Rasul dari diri-diri kalian. Sangat bersedih terhadap apa yang memberatkan kalian dan bersemangat (untuk memberikan hidayah) kepada kalian dan lemah lembut dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.” (At-Taubah: 128)
Allah berfirman, yang artinya: “Muhammad adalah Rasul Allah dan orang-orang yang menyertainya sangat keras terhadap orang kafir dan penyayang antara sesama mereka.” (Al-Fath: 29)
“Maka dengan rahmat Allahlah kamu menjadi lemah lembut terhadap mereka dan jika kamu berkeras hati niscaya mereka akan lari darimu.” (Ali-‘Imran: 159)
Sekali lagi sudahkah anda berhias dengan sifat ini padahal Rasulullah bersabda (yang artinya): “Tiadalah sifat kelemahlembutan itu ada pada sesuatu melainkan akan menjadikannya indah dan tidaklah tercabut dari sesuatu melainkan akan menjadikannya jelek.” (HR. Muslim dari shahabat ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha)
Dan Rasulullah bersabda (yang artinya): “Bukan termasuk dari kami orang yang tidak menyayangi yang kecil dan menghormati yang besar.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi dari shahabat Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash)
Sumber bacaan:
1. Al Qur’an
2. Riyadhus shalihin, Imam An-Nawawi
3. Al Fawaid, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
4. Fiqhul Akhlak, Musthofa Al-Adawy